Hai.
Aku tidak tahu sapaan apa yang tepat
untukmu, apakah itu ‘selamat pagi’, ‘selamat siang’, ‘selamat sore’ atau
‘selamat malam’. Karena aku benar-benar tidak tahu sedang berada di belahan
dunia mana kau berada dan apakah itu mentari atau rembulan yang menaungimu.
Yang aku tahu hanyalah kau akan bersamaku dalam waktu sekitar sepuluh tahun
lagi.
Mungkin sekarang kau sedang berdiam
sendirian atau mungkin pula kau sedang bercengkerama dengan keluarga dan
teman-temanmu atau mungkin saja kau sedang menikmati waktu berdua dengan
seseorang yang kau cintai –untuk sekarang ini- (Oh yeah, membayangkan kau
sedang bersamanya membuatku cemburu, sungguh!). Jangan menjadi tak enak hati
ketika aku mengatakan cemburu, aku mengerti keadaanmu. Segalanya terasa benar
untuk waktu ini dan aku tak akan menyalahkanmu. Aku membuka segala kemungkin
karena aku pun tak tahu keberadaanmu.
Kegiatan apa pun yang sedang kau
lakukan dan dengan siapa kau saat ini, aku hanya berharap semoga semua itu
membuatmu menjadi seseorang yang jauh lebih baik sehingga bila saatnya kita
dipertemukan nanti, kita akan sama-sama merasa pantas untuk satu sama lain.
Buku apa yang kau baca hari ini?
Tolong jangan tanyakan pertanyaan yang sama untukku, aku merasa malu untuk
menjawabnya. Aku masih tertatih-tatih untuk menyelesaikan sebuah buku yang
sudah ku baca sejak tahun lalu namun belum ku selesaikan sampai sekarang. Aku
sangat kesulitan membaca buku tersebut, ku harap kau telah membaca buku yang ku
maksud. Aku berharap pada saatnya nanti kita dapat bertukar pikiran mengenai
buku yang telah kita baca di masa ini, aku sungguh tak sabar mendengar
pemikiran-pemikiran cerdasmu yang membuatku sanggup memuja segala yang ada
dalam otakmu setiap waktu. Namun jangan marah jika aku akan beberapa kali
menentang pemikiranmu, itu hanyalah hiasan dalam perjalanan kisah kita.
Percayalah, berdebat denganmu membuat aku semakin hidup dan mendebatmu membuat
jiwaku semakin menggila.
Apa kau telah menulis sesuatu
untukku? Atau kau mungkin berniat menulis puisi tentangku? Ah ya, kau tak tahu
tentangku. Aku tak apa bila kau telah menulis sesuatu untuk orang lain –orang
yang saat ini kau sayangi. Karena aku ingin sekali membaca tulisan indahmu
suatu saat nanti walaupun tak akan ku jumpai diriku di dalamnya. Kelak jika
kita telah bersama, izinkan aku untuk melihatmu merangkai kata secara ajaib dan
mendampingimu untuk menarikan pena dengan senja menjadi latar kita berdua.
Selain itu, bolehkah aku meminta satu hal padamu? Aku hanya memintamu
menuliskan sesuatu untukku. Cukup satu saja, walau hatiku meronta
menginginkanmu menuliskan sajak untukku setiap pagi namun aku cukup mengerti
kesibukanmu. Aku harap kau tak keberatan untuk memenuhi keinginanku yang
berlebihan ini.
Aku sangat ingin bermain catur
denganmu. Aku penasaran, sehebat apa strategimu untuk mengalahkanku. Di
sela-sela permainan catur kita, aku akan mencuri pandang ke arahmu yang sedang
berpikir keras. Oh Tuhan… aku membayangkan betapa seksinya kau dengan kening
berkerut dan mata terfokus pada papan catur. Kau tahu? Aku sampai menahan napas
ketika mengetik ini.
Ketika tiba waktu kita bersama,
bolehkah aku meminta 3600 detikmu yang berharga untuk menemaniku membaca dan
mengajakmu berdiskusi berdua? Aku selalu berkhayal untuk duduk bersantai
denganmu di sore hari didampingi dua cangkir kopi, teh atau susu –aku tak tahu
seleramu. Kita akan mendiskusikan hal yang terjadi di negara ini dan kau akan
menguraikan opinimu yang selalu membuatku terpesona dan jatuh cinta
berkali-kali pada sosokmu.
Aku masih selalu mengkhayalkan
sosokmu. Mereka bilang kau fana, jadi yakinkan mereka akan eksistensimu untuk
beberapa tahun lagi. Teruslah membaca dan menulis, lakukan hal terbaikmu.
Perbaiki hidupmu dan pantaskan dirimu untukku yang sedang berjuang memperbaiki
hidupku dan memantaskan diriku untukmu. Semoga kita tidak akan merasa menyesal
di kemudian hari demi mengharapkan satu sama lain.
Datanglah padaku ketika tiba masanya
nanti. Aku menunggumu selalu.
Teman hidupmu,
Berrymocca
No comments:
Post a Comment