Monday 29 August 2016

Opini: Panitia PKKMB Calon Penghuni Keranjang Sampah



Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: Lawan!
(Wiji Thukul, 1986)

Sebait puisi di atas merupakan penggalan dari puisi yang berjudul ‘Peringatan’ karya seorang aktivis dan pejuang HAM terkenal, Wiji Thukul. Saya rasa nama tersebut sangatlah terpatri betul bagi kawan-kawan aktivis mahasiswa. Tapi di sini saya tidak ingin mengulas tentang sosoknya yang pada 26 Agustus kemarin berulangtahun ke-53, walaupun entah di mana batang hidungnya berada.  Tidak. Tidak sama sekali.

Saya tiba-tiba teringat puisi ini ketika iseng stalking sebuah akun official instagram dari Panitia PKKMB Unswagati 2016 yang memiliki nama pengguna @pkkmbunswagati1617. Pada sebuah foto dalam akun tersebut, banyak komentar berisi kritik berjatuhan. Namun sayangnya, komentar-komentar tersebut tiba-tiba raib begitu saja, hilang dihapus adminnya. Saya bingung bukan main, di mana unsur demokratisnya?

Mahasiswa-mahasiswa yang merasa kehilangan teriakan kritikannya dalam kolom komentar ternyata tidak tinggal diam. Sama seperti saya, mereka pun mempertanyakan demokrasi macam apa yang sedang terjadi. Jawaban dari pihak admin dan mahasiswa lainnya pun mengecewakan bagi saya. Menurut mereka, akun official tersebut lebih baiknya difokuskan sebagai informasi bagi mahasiswa baru. Agak geli untuk saya ketika membacanya. Kita sedang menginjak bumi Indonesia yang katanya menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, lagi pula media sosial ini memang dijadikan salah satu forum menyampaikan pendapat maupun kritik.

Mengenai alasan penghapusan komentar kritikan dari mahasiswa pun adalah untuk menghindari provokasi karena menurut salah satu mahasiswa yang ikut nimbrung berkomentar katanya ketika ada komentar atau kritik yang bertujuan untuk menghancurkan lembaga atau kepanitiaan PKKMB lebih baik dihapuskan saja. Saya dibuat geleng-geleng kepala karenanya. Sedangkal itukah pemikiran dari mahasiswa yang katanya berintelektual? Saya bukan sedang meremehkan, hanya saja tolonglah 
jangan terlalu cetek untuk menilai bahwa setiap kritikan yang masuk dianggap untuk menghancurkan.

Kalau ditilik lebih dalam dari beberapa sudut pandang, kritik yang datang bisa sangat membangun sebenarnya. Toh, ini untuk kepentingan dan kenyamanan bersama. Seharusnya, dengan adanya kritikan yang datang menjadikan pihak terkait untuk berbenah. Di zaman kemunduran mahasiswa ini, selayaknya kita bersyukur ketika masih ada yang peduli memberikan kritikan, karena hal tersebut lebih berarti dibanding mereka yang apatis dengan lingkungannya.

Menjadi panitia PKKMB seharusnya dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran dan untuk menambah pengalaman. Ketika ada kritikan yang masuk, tidak semestinya dihapus dengan dalih menghindari provokasi. Itu namanya, pembungkaman dan sudah seharusnya untuk dilawan!
Manusia tidak ada yang sempurna, katanya. Memang benar, semua orang sudah tahu tanpa diberitahu. Tapi kritikan ini diberikan agar ada evaluasi yang harapannya akan segera dilakukan pembenahan. Kalau maunya dipuji dan diagungkan saja, tidak usah jadi manusia, jadi Tuhan saja Yang Maha Benar.

Bukankah begitu pas ketika saya melampirkan sebait puisi ‘Peringatan’ di sudut paling atas tulisan ini? Di sini saya sedang melawan. Bukan dengan golok, samurai atau meriam, tapi dengan tulisan. Cara yang menurut saya lebih elegan. Untuk terakhir, saya hanya ingin melampirkan kutipan yang sengaja saya ganti subjeknya dari sosok panutan mahasiswa Indonesia di mana pun berada, Soe Hok Gie: Orang yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah.

Semoga tulisan abal-abal ini bisa dibaca oleh yang bersangkutan. Saya dengan lapang dada akan menerima kalau ada kritikan untuk tulisan ini. Mungkin bisa dibalas dengan tulisan lagi, kirim saja ke setaranews.com melalui emailnya lpm.setara@gmil.com. Atau kalau mau lebih greget, bisa ajak saya diskusi sambil ngopi. Hehe. Mohon maaf sebelumnya, saya hanya ingin melawan bukan mencari musuh. Salam mahasiswa! Salam damai!


Penulis Anisa Arwilah (Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Unswagati)


*Tulisan ini sebelumnya sudah diterbitkan di SetaraNews dengan judul yang sama.