Pagi ini tak tahu mengapa, matahari
yang enggan mendongakkan wujudnya atau karena Shilla yang memang bangun lebih
pagi dari biasanya. lampu-lampu jalanan yang menjadi focus Shilla masih terang
menyala, entah sengaja atau tidak. Burung-burung masih jelas kicauannya
dipendengaran Shilla, hembusan angin pagipun masih terasa menerpa paras ayunya.
Drrrrt…. Drrrrt….
Shilla
menoleh kebelakang, tempat dimana handphone kecilnya bergetar. Dengan enggan
Shilla berjalan kearah meja kecil disudut kamar dengan pertanyaan-pertanyaan
yang menyeruak diotaknya. Siapa gerangan manusia yang masih sempatnya mengirimi
sms kepada Shilla sepagi ini disaat orang-orang masih lelap dalam tidurnya,
tapi akh siapapun juga Shilla tak akan memberinya maaf jika sms yang nanti ia
buka memang hanya sekilah sms tak jelas dari orang iseng yang tak punya
pekerjaan lain.
1 new message from : Rio
Dan yeah sebersit rasa kesalnya
kepada sang pengirim sms pun kandas setelah ia membaca nama pengirim yang
terpampang jelas dilayar ponselnya. Shillapun berkeyakinan dengan sangat akan
membalasnya dengan segera walau setidak-pentingnya sms yang nanti ia terima.
From : Rio
Morning shilla:) gue kangen ama lo, udah ada di Bandungkan? Pagi ini gue mau gowes ama lo. Mau kan?
Dengan
gerakan cepat, segera Shilla menekan tombol reply dan mengetikkan sebaris
kalimat.
To : Rio
Morning too. Gue juga, iya. Mau! Gue tunggu dirumah jam 5.15
ok?
Segera
ia tekan tombol send sambil tersenyum, senyuman yang tetap tersungging dibibir
tipisnya. 30 menit sudah ia memfokuskan diri pada layar handphonenya sambil
terus tersenyum dan kadang meraba pipinya yang memerah semerah tomat. Setelah
puas berkomunikasi dengan Rio via sms, Shilla dengan sigap mencuci muka dan
berbenah diri menyongsong pangeran dalam khayalnya setelah Rio memutuskan
percakapan tanpa suara mereka dengan alasan akan bersiap-siap kerumah Shilla.
Kring..
kring..
Shilla
membuka jendela dan mendongakkan wajahnya, dengan muka berseri ia menatap sang
pangeran hati yang hanya ia kagumi dalam khayal. Sebuah senyuman terukir dalam
wajah tampan pemuda berkaos oblong dan bercelana pendek selutut dengan sepeda
yang dituntunnya.
“Ayo
cepat.” Teriak pemuda tadi dengan tidak sabar, melihat Shilla yang hanya
bengong ia merasa gemas juga.
“Oh,
hehe iya. Gu.. gue mau turun nih. Tunggu!” jawab Shilla tergagap.
Beberapa
detik kemudian Shilla sudah siap berdiri didepan Rio yang hanya bengong melihati
gadis manis didepannya. Wajahnya naik-turun melihati Shilla dari atas sampai
bawah.
“Yakin
mau pergi sama gue pake kaya gini?” Tanya Rio sambil tetap memperhatikan Shilla
yang dibalut dress coklat muda dengan bedak tipis naturalnya. Shilla mengangguk
dengan cepat, baginya bertemu dengan Rio adalah hal istimewa dalam hidupnya
setelah sekian tahun tak bertemu, maka tidaklah salah jika ia mengenakan
pakaian yang menurut Rio berlebihan karena jalan-jalan mereka kali ini
sebenarnya bukan untuk hal-hal mewah. Tapi setidaknya tidak untuk Shilla,
baginya kemanapun dan kapanpun ia pergi bersama Rio haruslah terlihat cantik.
“Ok.
Yuk.” Ajak Rio sambil membimbing Shilla kesepedanya. Shilla berdiri dibelakang
Rio, berpijak pada stang ban Rio dan tangannya dengan kuat bertopang pada
pundak Rio.
***
“Yo..”
panggil Shilla setelah lama mereka terdiam akhirnya gadis manis itu buka suara
juga.
“Hm?”
“kamu
kenapa diem aja, ga kangen ama aku.” Shilla mengerucutkan bibirnya sambil
matanya menerawang kelangit yang kali ini begitu tampak indah. Entah mengapa
sepertinya bahasa gue-elo khas Shilla sudah tertelan bumi dan berganti dengan
aku-kamu yang tak tahu darimana ia mempelajarinya.
“Aku
kangen kok sama kamu, banget malah.” Jawab Rio dengan mengalihkan pandangan menuju
wajah gadis manis disampingnya sambil mengacak-acak poni yang tertata rapi
milik Shilla.
“Udah
ah, bosen. Gue mau pulang!” Sentak Shilla sambil tetap merengut kepada Rio.
Berkali kali pertanyaan yang sama terucap dari Shilla, tapi berkali-kali juga jawaban
yang sama dijawab oleh Rio dengan tingkah dan senyuman khas yang sama pula.
Melihat Shilla yang ngambek akan tingkahnya membuat Rio gemas juga.
“Lo
tetep sama ya kaya dulu. Haha.” Tawa renyah milik Rio tidak diindahkan oleh
Shilla yang melengos pergi, tapi belum sempat ia bangun Rio langsung menarik
lengan Shilla membuat gadis itu terduduk ditempatnya lagi. Shilla yang kesal
setengah mati menarik napas mengatur emosinya.
“Sabar
dong Shill, kenapa kamunya?” Tanya Rio dengan lembut sambil melihat wajah lucu
Shilla.
“Kenapa
apanya? Lo ngapain bawa gue kesini gue bosen, kita diem-dieman terus! Lo tahu
gak sih yo!” teriak Shilla sambil menahan rasa kesalnya.
“Lo
bilang kangen, tapi mana ekspresi kangen lo itu! Lo ga nganggep gue ada disini.
Lo hanya sibuk ngeliat sungai ini. Bukan… buk.. bukan g.. gue.” Teriak Shilla
lagi, kata-katanya tergagap dan sengaja dipelankan ketika berujar dikalimat
terakhirnya.
“Haha..
gue perhatiin lo kali Shil. Daritadi gue sibuk ngebingkai wajah lo dan
ngebandingin lo yang sekarang dengan yang dulu. Dan yeah lo emang lebih
cantik.” Ujar Rio enteng diselingi tawa khas Mario yang selalu Shilla kangeni.
Dan ahha! Ajaib. Kalimat terakhir Rio membuat pipi Shilla memerah, karena tidak
mau diketahui Rio Shilla menundukkan kepalanya dan mengatur degup jantungnya
agar tidak berdetak sekencang ini.
“Shil..”
panggil Rio setelah beberapa menit ia tak mendengar ocehan Shilla lagi, gadis
manis itu tertunduk sedari tadi tanpa mengucap sepatah kata membalas pernyataan
apa yang diucap Rio.
“Apaan
sih lo, gue juga tahu lo ngeliatin apa. Gak usah boong lah, emang sungai ini__”
“Gue
ngeliat lo dari pantulan bayangan disungai ini. Dari bayangan aja lo udah
terlihat cantik kok.” Sahut Rio memotong Shilla sambil tertawa melihat pipi
Shilla yang memerah (lagi).
“Gak
usah nunduk gitu Shil, gue paling suka liat pipi merah lo.” Aku Rio sambil
tersenyum jahil.
“Udah
yuk. Pulang atau sepeda lo yang gak selamat!” ketus Shilla sambil berkacak
pinggang memegangi sepeda Rio yang terparkir dekat dari jangkauannya.
“Huh!
Gitu aja ngambek. Iya.. iya.. kita pulang. Tapi serius deh Shill, kenapa ya
pipi lo bisa semerah itu kal__”
“Rio…”
Teriak Shilla sambil berlari mengejar Rio yang sudah ngacir duluan melihat
ekspresi galak dari Shilla.
***
“Auw…
mama hati-hati dong sakit nih.” Pekik Shilla meracau pasrah ketika luka
dilututnya diobati sang mama.
“Udah
diem, kamu juga sih kenapa naik sepeda. Bukannya Rio juga udah bisa naik mobil
sendiri. Ini akibatnya jadi jatuh kan.” Ujar Widya, mama Shilla sambil mengobati
luka dilutut Shilla yang berdarah.
“Yah
mama gak asik nih, kan biar romantis dikit. Kayak gak pernah muda aja.” Kelakar
Shilla.
“Halah
kamu ini. Sudah ya, mama mau kebelakang.” Ucap Widya setelah menyelesaikan
memberi obat untuk anak tercintanya.
“Ok.
Makasih ya mam.” Sahut Shilla. Kalau tidak dengan Rio mana mungkin ia mengulang
memori acara jatuh dari sepeda pagi tadi diotaknya. Sepulangnya ia dibawa Rio
kesungai, tempat favorit mereka berdua sepeda yang dikemudikan Rio menghantam
batuan dijalan membuat Rio dan Shilla terjatuh. Karena Shilla tak kuat berjalan
akhirnya Riolah yang membopong tubuh Shilla pulang menuju rumah, padahal lengan
Rio sendiri terluka tergilas bebatuan. Shilla tersenyum sendiri merafal memori
itu dalam otak dan hatinya serta melihati luka dilututnya yang kini berbalut
kapas karya sang mama.
***
No comments:
Post a Comment