Monday 26 March 2012

sebersit angin part 1


Pagi ini tak tahu mengapa, matahari yang enggan mendongakkan wujudnya atau karena Shilla yang memang bangun lebih pagi dari biasanya. lampu-lampu jalanan yang menjadi focus Shilla masih terang menyala, entah sengaja atau tidak. Burung-burung masih jelas kicauannya dipendengaran Shilla, hembusan angin pagipun masih terasa menerpa paras ayunya.
Drrrrt…. Drrrrt….
                Shilla menoleh kebelakang, tempat dimana handphone kecilnya bergetar. Dengan enggan Shilla berjalan kearah meja kecil disudut kamar dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyeruak diotaknya. Siapa gerangan manusia yang masih sempatnya mengirimi sms kepada Shilla sepagi ini disaat orang-orang masih lelap dalam tidurnya, tapi akh siapapun juga Shilla tak akan memberinya maaf jika sms yang nanti ia buka memang hanya sekilah sms tak jelas dari orang iseng yang tak punya pekerjaan lain.
1 new message from : Rio
Dan yeah sebersit rasa kesalnya kepada sang pengirim sms pun kandas setelah ia membaca nama pengirim yang terpampang jelas dilayar ponselnya. Shillapun berkeyakinan dengan sangat akan membalasnya dengan segera walau setidak-pentingnya sms yang nanti ia terima.
From : Rio
Morning shilla:) gue kangen ama lo, udah ada di Bandungkan? Pagi ini gue mau gowes ama lo. Mau kan?
                Dengan gerakan cepat, segera Shilla menekan tombol reply dan mengetikkan sebaris kalimat.
To : Rio
Morning too. Gue juga, iya. Mau! Gue tunggu dirumah jam 5.15 ok?
                Segera ia tekan tombol send sambil tersenyum, senyuman yang tetap tersungging dibibir tipisnya. 30 menit sudah ia memfokuskan diri pada layar handphonenya sambil terus tersenyum dan kadang meraba pipinya yang memerah semerah tomat. Setelah puas berkomunikasi dengan Rio via sms, Shilla dengan sigap mencuci muka dan berbenah diri menyongsong pangeran dalam khayalnya setelah Rio memutuskan percakapan tanpa suara mereka dengan alasan akan bersiap-siap kerumah Shilla.
                Kring.. kring..
                Shilla membuka jendela dan mendongakkan wajahnya, dengan muka berseri ia menatap sang pangeran hati yang hanya ia kagumi dalam khayal. Sebuah senyuman terukir dalam wajah tampan pemuda berkaos oblong dan bercelana pendek selutut dengan sepeda yang dituntunnya.
                “Ayo cepat.” Teriak pemuda tadi dengan tidak sabar, melihat Shilla yang hanya bengong ia merasa gemas juga.
                “Oh, hehe iya. Gu.. gue mau turun nih. Tunggu!” jawab Shilla tergagap.
                Beberapa detik kemudian Shilla sudah siap berdiri didepan Rio yang hanya bengong melihati gadis manis didepannya. Wajahnya naik-turun melihati Shilla dari atas sampai bawah.
                “Yakin mau pergi sama gue pake kaya gini?” Tanya Rio sambil tetap memperhatikan Shilla yang dibalut dress coklat muda dengan bedak tipis naturalnya. Shilla mengangguk dengan cepat, baginya bertemu dengan Rio adalah hal istimewa dalam hidupnya setelah sekian tahun tak bertemu, maka tidaklah salah jika ia mengenakan pakaian yang menurut Rio berlebihan karena jalan-jalan mereka kali ini sebenarnya bukan untuk hal-hal mewah. Tapi setidaknya tidak untuk Shilla, baginya kemanapun dan kapanpun ia pergi bersama Rio haruslah terlihat cantik.
                “Ok. Yuk.” Ajak Rio sambil membimbing Shilla kesepedanya. Shilla berdiri dibelakang Rio, berpijak pada stang ban Rio dan tangannya dengan kuat bertopang pada pundak Rio.

***
                “Yo..” panggil Shilla setelah lama mereka terdiam akhirnya gadis manis itu buka suara juga.
                “Hm?”
                “kamu kenapa diem aja, ga kangen ama aku.” Shilla mengerucutkan bibirnya sambil matanya menerawang kelangit yang kali ini begitu tampak indah. Entah mengapa sepertinya bahasa gue-elo khas Shilla sudah tertelan bumi dan berganti dengan aku-kamu yang tak tahu darimana ia mempelajarinya.
                “Aku kangen kok sama kamu, banget malah.” Jawab Rio dengan mengalihkan pandangan menuju wajah gadis manis disampingnya sambil mengacak-acak poni yang tertata rapi milik Shilla.
                “Udah ah, bosen. Gue mau pulang!” Sentak Shilla sambil tetap merengut kepada Rio. Berkali kali pertanyaan yang sama terucap dari Shilla, tapi berkali-kali juga jawaban yang sama dijawab oleh Rio dengan tingkah dan senyuman khas yang sama pula. Melihat Shilla yang ngambek akan tingkahnya membuat Rio gemas juga.
                “Lo tetep sama ya kaya dulu. Haha.” Tawa renyah milik Rio tidak diindahkan oleh Shilla yang melengos pergi, tapi belum sempat ia bangun Rio langsung menarik lengan Shilla membuat gadis itu terduduk ditempatnya lagi. Shilla yang kesal setengah mati menarik napas mengatur emosinya.
                “Sabar dong Shill, kenapa kamunya?” Tanya Rio dengan lembut sambil melihat wajah lucu Shilla.
                “Kenapa apanya? Lo ngapain bawa gue kesini gue bosen, kita diem-dieman terus! Lo tahu gak sih yo!” teriak Shilla sambil menahan rasa kesalnya.
                “Lo bilang kangen, tapi mana ekspresi kangen lo itu! Lo ga nganggep gue ada disini. Lo hanya sibuk ngeliat sungai ini. Bukan… buk.. bukan g.. gue.” Teriak Shilla lagi, kata-katanya tergagap dan sengaja dipelankan ketika berujar dikalimat terakhirnya.
                “Haha.. gue perhatiin lo kali Shil. Daritadi gue sibuk ngebingkai wajah lo dan ngebandingin lo yang sekarang dengan yang dulu. Dan yeah lo emang lebih cantik.” Ujar Rio enteng diselingi tawa khas Mario yang selalu Shilla kangeni. Dan ahha! Ajaib. Kalimat terakhir Rio membuat pipi Shilla memerah, karena tidak mau diketahui Rio Shilla menundukkan kepalanya dan mengatur degup jantungnya agar tidak berdetak sekencang ini.
                “Shil..” panggil Rio setelah beberapa menit ia tak mendengar ocehan Shilla lagi, gadis manis itu tertunduk sedari tadi tanpa mengucap sepatah kata membalas pernyataan apa yang diucap Rio.
                “Apaan sih lo, gue juga tahu lo ngeliatin apa. Gak usah boong lah, emang sungai ini__”
                “Gue ngeliat lo dari pantulan bayangan disungai ini. Dari bayangan aja lo udah terlihat cantik kok.” Sahut Rio memotong Shilla sambil tertawa melihat pipi Shilla yang memerah (lagi).
                “Gak usah nunduk gitu Shil, gue paling suka liat pipi merah lo.” Aku Rio sambil tersenyum jahil.
                “Udah yuk. Pulang atau sepeda lo yang gak selamat!” ketus Shilla sambil berkacak pinggang memegangi sepeda Rio yang terparkir dekat dari jangkauannya.
                “Huh! Gitu aja ngambek. Iya.. iya.. kita pulang. Tapi serius deh Shill, kenapa ya pipi lo bisa semerah itu kal__”
                “Rio…” Teriak Shilla sambil berlari mengejar Rio yang sudah ngacir duluan melihat ekspresi galak dari Shilla.

***
                “Auw… mama hati-hati dong sakit nih.” Pekik Shilla meracau pasrah ketika luka dilututnya diobati sang mama.
                “Udah diem, kamu juga sih kenapa naik sepeda. Bukannya Rio juga udah bisa naik mobil sendiri. Ini akibatnya jadi jatuh kan.” Ujar Widya, mama Shilla sambil mengobati luka dilutut Shilla yang berdarah.
                “Yah mama gak asik nih, kan biar romantis dikit. Kayak gak pernah muda aja.” Kelakar Shilla.
                “Halah kamu ini. Sudah ya, mama mau kebelakang.” Ucap Widya setelah menyelesaikan memberi obat untuk anak tercintanya.
                “Ok. Makasih ya mam.” Sahut Shilla. Kalau tidak dengan Rio mana mungkin ia mengulang memori acara jatuh dari sepeda pagi tadi diotaknya. Sepulangnya ia dibawa Rio kesungai, tempat favorit mereka berdua sepeda yang dikemudikan Rio menghantam batuan dijalan membuat Rio dan Shilla terjatuh. Karena Shilla tak kuat berjalan akhirnya Riolah yang membopong tubuh Shilla pulang menuju rumah, padahal lengan Rio sendiri terluka tergilas bebatuan. Shilla tersenyum sendiri merafal memori itu dalam otak dan hatinya serta melihati luka dilututnya yang kini berbalut kapas karya sang mama.
***

No comments:

Post a Comment