Saturday 20 May 2023
Ketika Anak Ngamuk Nggak Tahu Tempat
Wednesday 17 May 2023
Kaya itu Ketika....
Jadi, apa definisi 'kaya' versimu?
Kaya itu ketika...
punya rumah di area Jakarta Selatan?
punya mobil keluaran terbaru?
punya gadget teranyar?
Definisikan sendiri versimu! Share di kolom komentar ya hihi biar aku bisa ikut tahu :D
.
Lah, udah gitu aja?
Hahaha ya nggak dong. Aku mau cerita tentang versi 'kaya'-ku yang terus mengalami pergeseran setiap waktu.
Semasa kecil, aku menganggap kaya itu ketika punya rumah luas dengan halaman yang bisa dipakai main basket dan punya mobil pribadi yang adem cesss. Waktu itu aku memang belum punya keduanya, dan menganggap orang tuaku juga nggak mampu untuk membelinya. Padahal belum tentu juga.
Bisa jadi orang tuaku sebenarnya mampu tapi memilih nggak membelinya karena alasan tertentu. Lagipula, kenapa harus punya hal-hal tersebut hanya untuk memenuhi standar kaya versi Anisa kecil yang bahkan belum paham bagaimana mencari uang? wkwkwk.
Beranjak lebih besar, standar 'kaya'-ku beralih menjadi punya gadget teranyar, bahkan selalu up to date mengikuti perkembangan jaman. Pikirku, gadget memang menjadi kebutuhan tapi kalau ada yang sampai rela merogoh kocek puluhan juta (seharga motor, loh!) untuk menikmati fungsi komunikasi, dokumentasi maupun publikasi yang bisa saja menggunakan ponsel seharga 2jutaan, FIX dia memang sultan!
Lalu aku malah menjadi insecure akibat standar kaya versiku sendiri. Gimana nggak? Banyak banget orang-orang di instagram yang aku kenal sudah meng-upgrade gadgetnya dengan keluaran terbaru. Sedangkan aku? masih bertahan dengan ponsel lama yang dibeli sejak kelahiran Sabina.
Wah! Orang-orang seumuranku sudah kaya, kok aku masih gini-gini aja?
Saking merasa kecilnya, aku sampai pernah di tahap kepo sama penghasilan teman-temanku. Sengaja menyia-nyiakan waktu dengan mengobrak-abrik mesin pencarian google dan menuliskan kata kunci: gaji (jabatan) di (perusahaan). Sambil terus merapal, kok bisa mereka beli ponsel seharga motor?Konyol kalau diingat lagi.
Gongnya, ketika aku tahu dan melihat langsung seperti apa orang yang punya aset puluhan milyar. Bukan dari internet, bukan dari buku, melainkan tetanggaku sendiri. Hahaha.
Yang aku tahu, sawahnya memiliki total luas 20 bau. 1 bau itu kira-kira 7.100 meter persegi, jadi 20 bau adalah 142.000 meter persegi yang artinya 14,2 hektar!
Sekalinya panen, beliau dapat sekitar 200 jutaan lebih. Nilai itu sebenarnya kecil mengingat sawah yang beliau punya semuanya disewakan. Duh, kalau dikelola sendiri dapet berapa coba wkwk. Nah jangan lupa, setahun itu panen dua kali yaa tinggal kali dua aja nilai yang aku sebutin di awal tadi. Hampir setengah milyar setahun dari passive income sawah doang.
Selain sawah beliau juga punya kontrakan sekitar 60 pintu DI JAKARTA. Perlu banget pakai capslock, karena... JAKARTA woy! Harga tanahnya aja udah di luar nalar kan ya di sana, apalagi ini 60an kontrakan.
Nggak hanya sawah dan kontrakan, beliau juga punya bisnis bajay di Jakarta. Rata-rata orang kampung sini yang merantau ke Jakarta dan jadi sopir bajay ya bosnya orang sini juga.
Baru itu aja yang aku tahu, entah mungkin beliau punya usaha atau investasi di bidang lain juga ya aku nggak tahu. Segitu aja udah cukup banget buat hidup mewah di kampung.
Hitungan kasarku sih total asetnya lebih dari 10 M. Tapi semua standar yang dulu aku pernah lekatkan pada definisi kaya tuh nggak ada semua pada beliau.
Rumahnya biasa aja malah catnya cenderung udah pudar, tapi di dalam rumahnya emang ada ruangan khusus cukup besar untuk menampung gabah sekitar 30 ton. Tapi kalau orang lewat rumahnya sih ya biasa aja, nggak mewah dan nggak punya garasi juga. Mobilnya cuma 1, bukan jenis mobil luxury dan karena nggak punya garasi jadi mobilnya diparkir di halaman rumah. Lagi pula kendaraan hari-harinya cuma motor beat. Ponselnya Nokia tulalit. Kalau ini sih wajar aja ya, orang tua kan emang sukanya Nokia tulalit.
Nah sejak itu standar kaya-ku menjadi berubah. Bukan lagi rumah, kendaraan dan ponsel mewah.
Psssst, orang yang dulu aku kira kaya karena punya gadget terbaru, mobil bagus dan rumah mewah aja nyatanya masih punya hutang konsumtif kok. Jadi jangan terlampau silau dengan apa yang terlihat, ya!
Di masa depan, mungkin standar kaya-ku bisa jadi bergeser lagi seiring pemikiranku yang juga tumbuh dan berkembang. Tapi untuk sekarang bagiku kaya itu ketika tidak punya hutang konsumtif, Dana Darurat sudah 12 kali pengeluaran, punya asuransi kesehatan yang bagus untuk sekeluarga, Dana Pendidikan Anak dan Dana Pensiun sudah berjalan sesuai rencana, dan tujuan keuangan lain sudah memiliki postnya masing-masing. Sederhana, kan? Tapi masih diusahakan sis! hihi
Btw, jangan lupa share di kolom komentar atau DM aku di @anisasdf tentang definisi kaya menurut kalian ya! Aku menunggu sekali ingin baca insight kalian 💚
With Love,
A
Foto terakhir di rumah mewah setelah menjualnya untuk ketenangan hidup keluarga :)) |
Friday 12 May 2023
Cerita Wisuda
Foto Wisudaku Bersama Rombongan Keluarga |
Siapa di sini yang wisudaannya dihadiri juga oleh keluarga besar kayak aku giniiiii, ngacung?!
Hahahaha
Total ada 3 mobil yang ibuku sewa untuk keluargaku yang terdiri dari kedua ortu, kakakku bersama keluarga, 3 uwakku, 1 bibiku dan 2 kakak sepupuku (bersama para anak-anak, tentunya).
Rame, ya. xixixi. Begitulah. Bahkan sebelum hari wisudaku, teman-teman tongkrongan udah banyak yang nyinyir menduga kalau aku pasti bakal bawa rombongan sekampung. Katanya begini, "Rata-rata orang Indramayu yang wisudaan tuh bakal bawa elp, angkot atau mobil pick up karena yang dimuat tuh pasukan sekampung!" hhhhhhh. Ini aku nggak mengada-ngada loh ya, tapi yang mereka omongin emang ada benarnya.
Sejujurnya setelah diomong begitu sama teman-temanku, aku langsung bikin special request untuk ibu tercinta yang padahal udah ngatur sedemikian rupa tentang siapa aja yang bakal diajak menghadiri wisudaku, mobil siapa aja yang akan kami sewa, dan tetek bengek lainnya. Nggak neko-neko sih permintaanku cuma aku mau wisudaanku dihadiri oleh keluarga inti saja termasuk kakakku bersama istri dan anaknya. Sederhana, kan? Tapi nggak bagi ibuku.
Permintaanku langsung dimentahkan. Apa-apaan?! Mustahil dilakukan!
Aku ngambek. Sedangkan ibuku makin marah ketika tahu alasanku karena aku malu.
Padahal malu kenapa, ya? Mestinya kan bangga karena udah berhasil lulus di waktu yang tepat. Entahlah, Anisa di masa lalu emang gampang banget terpengaruh sama omongan orang lain wkwkwk.
Ibuku langsung ceramah panjang lebar, yang intinya dengan menghadiri wisudaan ini beliau mau ngasih gambaran dan motivasi kepada beberapa kakak sepupu dan bibiku yang punya anak masih kecil-kecil agar termotivasi untuk menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi, dan juga mau ngasih liat pengalaman yang membanggakan untuk para uwakku bahwa ponakannya kini menyandang gelar sarjana.
Btw, perkara kuliah ini memang suatu hal yang sangat spesial dan istimewa untuk keluarga besarku. Di pihak bapakku yang merupakan empat bersaudara, hanya anak-anak bapakku saja yang berkuliah. Saudara bapak yang lain meski sebenarnya sangat mampu (dalam hal biaya) namun tidak ada satu pun anak-anaknya yang mengenyam pendidikan tinggi. Sedangkan di pihak ibuku yang berjumlah 7 bersaudara, hanya kakak pertama ibuku dan ibuku lah yang anak-anaknya berhasil mencapai titel sarjana bahkan magister. Rata-rata pendidikan terakhir yang ditempuh para sepupuku adalah SMP, paling banter SMA dan itupun hanya beberapa.
Nah semenjak tau alasan ibuku yang selalu heboh mengundang sanak saudara di acara wisudaan kakakku dan aku, tentu perasaan dan pandanganku menjadi berubah. Aku tidak lagi merasa malu, persetan orang lain mau mengolokku dengan pasukanku yang sekampung itu. Apa yang kami lakukan tidak merugikan orang lain, bahkan -insya Allah- malah menebar kebaikan dan manfaat untuk saudara kami.
Fyi, kakak pertama ibuku juga dulu selalu mengajak ibuku untuk menghadiri wisudaan anaknya (kakak sepupuku). Tujuannya ya sama kayak yang dilakukan ibu, untuk memotivasi saudaranya agar mau dan bisa menyekolahkan anak sampai jenjang kuliah. Kakak sepupuku yang merupakan sarjana pertama di keluarga itu bahkan nggak hanya kuliah S-1 loh, selang beberapa tahun selanjutnya ia juga menamatkan S-2. Ibuku tentu ikut hadir di wisuda magisternya juga.
Nah, kalau kalian kebetulan liat keluarga wisudawan yang dateng segambreng juga bahkan mungkin sampe sewa bus, yaudah kalemin aja. Mungkin dia adalah pemecah rekor di keluarganya. Makanya semua saudara diajak hadir di acara spesial tersebut biar pada ngikutin jejak dia untuk kuliah.
Bagimu, untuk bisa kuliah mungkin adalah hal yang biasa, normal dan sesuatu yang wajar. Tapi nyatanya tidak semua orang bisa sepertimu. Kendala dalam berkuliah bukan hanya uang, loh! Ini terjadi di keluarga besarku. Nanti aku cerita khusus dalam satu postingan ya mengenai ini.
Segitu dulu ya cerita wisudaku, selamat beristirahat~
With love,
A
PS : Bonus foto wisudaku bersama ortu hebat dan kakakku :)))
Ortuku yang punya anak bergelar Sarjana Ekonomi (aku) dan Sarjana Hukum (kakakku) |
Kakakku yang laki-laki. Beliau dan istrinya merupakan Sarjana Hukum :)) |