Tuesday 7 June 2016

Jilbab




Ada sapaan ‘Hai’ dari perempuan berjilbab yang punya rencana buat ngelepas jilbabnya ini.
Hey! Why?
*Aduh maaf banget, prolog yang nggak ciamik sama sekali tapi..yasudahlah*

Dari prolog di atas, udah keliatan kan kalo aku mau mutusin hal besar dengan ngelepas jilbab, ya sebenernya dikatakan ngelepas jilbab sih aku emang masih copot-pasang jilbab hanya saja aku selalu make jilbab kalo ke kampus and it means, almost everyday I wear a scraft.
Bukan hal yang mudah buat mutusin hal ini. Aku udah mikir lama dan diskusi sana-sini dengan beberapa teman. Nggak semua pro, ada juga yang menentangnya dengan dalih agama dan lainnya. Tapi setelah aku perjelas alasanku, akhirnya mereka mendukung.

Sejujurnya yang membuat hal ini terasa sulit adalah berbicara dengan ibu mengenai keputusanku. Karena, FYI menggunakan jilbab adalah titahnya. Dari awal aku mau masuk kuliah memang aku sudah niatkan untuk tidak memakai jilbab, melepasnya setelah 9 tahun di sekolah aku menggunakannya (Dari kelas IV Sekolah Dasar, aku wajib memakai kerudung). Namun keinginanku ditolak habis oleh ibu. Alasannya tidak terlalu jelas, katanya aku udah gede dan emang sepantasnya berjilbab. Mungkin karena melihat lingkungan dengan remaja perempuan seumuranku yang kebanyakan berjilbab. Padahal yang aku tau, ibu sendiri ketika seumuranku tidak berjilbab. 

Aku bukan sosok perempuan anteng yang bisa menjaga bentuk jilbabku. Aku sering merasa terbebani ketika menggunakan jilbab. Terkadang bentuknya tidak serupa dengan bentuk awal sampai membuatku rungsing di awal pemakaian. Karena itulah sering sekali rambutku terlihat keluar walau sudah memakai jilbab. Baju yang aku pakai pun harus butuh penyesuaian. Lama-kelamaan aku jadi ikut berfikir kalau jilbab itu adalah fashion,-seperti yang pernah dikatakan salah seorang teman.

Masalah orang akan berkata dan berpikir apa setelah keputusan ini hanyalah nomor sekian. Toh ketika masih menggunakan jilbab saja sudah banyak omongan yang aku dapatkan. Dibilang tidak konsisten karena sering copot-pasang jilbab kalau main, jilbab yang tidak menutupi dada, dan masih banyak lainnya.
Ada teman yang menyangka keputusan aku untuk melepas jilbab karena teman baikku tidak berjilbab. Salah besar. Mayoritas temanku berjilbab, mungkin ada beberapa teman dekatku yang tidak berjilbab. Tapi toh keinginanku ini sudah ada sebelum aku mengenal mereka. Mereka tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan hal ini. Ini hanya berputar pada aku dan keberanianku untuk memilih.

Aku pun sudah sangat sadar dengan ketiadaan hubungan antara baik-buruknya seseorang dengan menggunakan jilbab atau tidaknya dia. Kalo ada yang bilang jilbab adalah langkah awal atau sebagai batasan kita agar disiplin beribadah dan berbuat baik, aku tidak sepakat. Dalam beribadah ada tingkatan prioritas yang terdapat pada rukun iman dan rukun islam. Wajib dulu, baru lainnya. Aku sendiri akan lebih memrioritaskan melaksanakan ibadah shalat dibanding menutup tubuh dengan berjilbab. Ini sih hanya opiniku yang meyakini bahwa menggunakan jilbab bukan hal yang wajib, sewajib shalat lima waktu, berpuasa, membayar zakat dan naik haji hahaha. Tapi bukan berarti aku nggak setuju dengan teman-teman yang pake jilbab. Aku malah apresiasi mereka dan mendukung keputusannya. Karena memakai atau menanggalkan jilbab adalah hal yang bagus. Yang nggak bagus cuma mereka yang mencaci orang lain berkata itu salah ini salah dengan berlindung pada agama. Oh man, you’re loser.

Itu aja sih. Aku nggak mau menggunakan atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginanku. 
Gitu dulu ya, aku buru-buru mau bantuin ibu masak hehe.


With love,


Berrymocca