Wednesday 28 September 2016

Hidup Bukan Perkara Untung-Rugi

Hidup memang nggak seharusnya berbicara untung-rugi. Baru-baru ini saya menyadari bahwa seseorang nggak akan selalu membalas kebaikanmu, sebaik apapun perlakuanmu terhadapnya. Nggak akan selalu. Camkan itu. Mereka punya caranya sendiri bagaimana berlaku dan bergaul dengan orang lain. Standarmu tidak bisa dipaksakan padanya. Bukan hanya karena kamu baik padanya lantas dia harus baik pula kepadamu, kan? Mungkin dalam hatimu mengharapkan apa yang kamu lakukan kepadanya akan berbalik juga terhadap perlakuannya kepadamu, tidak apa. Saya sering berharap seperti itu, dulu. Namun sekarang ini saya sadar kalau hidup tidak bisa berbicara untung-rugi.
Jangan terburu menyesal kalau sudah berlaku baik pada orang lain. Bukan. Bukan karena ‘Tuhan pasti mencatat kebaikanmu dan kamu akan mendapat pahala’. Bukan seperti itu, maksudku. Urusan pahala sudah ada yang mengatur, tidak perlu dipusingkan karena bukanlah tugasmu menghitungnya. Bagimana pun juga, di atas sudah saya bilang kalau hidup memang nggak seharusnya berbicara untung-rugi. Kalau pikiranmu masih fokus pada pahala yang didapat setelah berbuat kebaikan, maka perkara untung-rugilah yang masih kamu permasalahkan.
Berlaku baiklah pada setiap orang karena memang begitulah manusia. Sejatinya, proses menjadi manusia memang bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu belajar selama sekali hidup, mungkin lebih –itu pun kalau bisa.
Walaupun rupamu manusia, apakah kamu sudah menjadi manusia seutuhnya? Belum tentu. Karena menurut saya, seekor kucing piaraan nenek saya lebih manusiawi dibanding beberapa manusia itu sendiri. Biarkan saya cerita sedikit, btw ini cerita langsung dari nenek saya tentang kucing-kucing liar yang ia biarkan tinggal di gudang penyimpanan gabah di rumahnya. Katanya, kucing-kucing itu memakan tikus yang menggerogoti karung gabah. Jadi dengan senang hati nenek saya menyilakan sang tamu ke gudangnya untuk menjadi tempat peristirahatan dan tempatnya hidup. Begini cerita itu bermula;
Nenek saya memiliki seekor kucing liar yang entah berasal dari mana namun tiba-tiba masuk ke gudang penyimpanan gabah dan menjadi penghuni tetapnya. Nenek selalu menyediakan makanan di piring yang ia letakkan tepat di samping depan pintu gudang agar bisa dimakan sang kucing. Namun, untuk beberapa hari makanan yang nenek sediakan ternyata tidak diindahkan kucing. Dibiarkannya makanan itu tanpa tersentuh sang tamu. Nenek kebingungan karena ini bukanlah kebiasaannya untuk mengacuhkan makanan. Akhirnya diliputi rasa penasaran, nenek masuk ke gudang dan menemukan sang kucing yang ternyata sudah tidak sendiri. Ia bersama beberapa anaknya yang masih mungil, begitu manis membayangkan kehadiran mereka. Kata nenek, kucing itu lebih memilih mencari makanan untuk sang anak dibanding memuaskan dirinya sendiri dengan makanannya. Ia hanya seekor kucing yang tak berakal. Tapi lakunya sangat bernilai kemanusiaan. Itu kalau kalian menangkap apa yang aku maksud. Ngerti, kan? Ngerti lah ya hahaha
Begitulah hidup, Nis.

Catatan pada 28 September 2016, 1:13 AM dari perempuan cantik di depan cermin untuk Anisa.



No comments:

Post a Comment